October 01, 2011

KEBAHAGIAAN SEJATI

“Alva”, terdengar suara dari kejauhan.

Alva membalikan badannya dan menemukan sumber suara tersebut adalah Feby, teman seperjuangannya. Spontan ia membentuk senyuman pada bibirnya.

“Alva, kamu punya gak materi ekonomi bisnis kemarin?”.

“Punya kok feb. kamu gak masuk kan? Mau pinjam? Nih”. Seru Alva seraya memberikan buku catatannya.

“Kamu tahu aja yang aku mau va. Makasih ya. Baik banget deh!”.

“Iya sama-sama feb. Aku duluan ya. Mau ketemu rektor nih”. Alva pun pergi meninggalkan feby.



Di sepanjang perjalanan, Alva mengingat-ingat kembali kisah perjalanannya hingga ia berhasil dan sedang berjalan ke ruangan rektor saat ini. Sambil ia menapaki jalan
setapak Universitas ternama itu, ia mengembalikan memorinya ke kejadian satu tahun yang lalu.

Saat itu, Alva masih menggunakan seragam putih abu-abu. Jantungnya berdetak cepat menunggu gilirannya masuk ke ruangan. Saat itu, sedang diadakan tes wawancara untuk seleksi masuk ke Universitas Indonesia, Universitas idaman Alva. Saat namanya dibacakan, ia masuk ke dalam ruangan dan melakukan wawancara sesuai apa yang sudah disiapkannya. Saat itu, ia sangat berharap bahwa setiap perkataan dan goresan pena yang ia buat dapat membawanya kepada kesuksesan. Ia berpikir bahwa untuk mencapai kesuksesan, ia harus berusaha untuk dapat masuk ke Universitas Indonesia.

Alva dinyatakan lulus dan berhasil masuk ke Universitas Indonesia. Ia sangat bersyukur karena impiannya telah terwujud. Ia merasa sangat bahagia. Namun, entah mengapa ia tidak merasakan kebahagiaan yang benar-benar sejati.

Saat SMA, Alva merupakan siswa yang sangat dibanggakan. Ia cerdas, bijaksana, dan baik. Ia memiliki teman-teman yang sayang padanya dan juga seorang pacar yang perhatian. Latar belakang keluarganya baik, ia berasal dari keluarga yang cukup kaya. Ia sudah merasa cukup bahagia dengan apa yang sudah ia dapatkan sekarang. Namun, saat ia dinyatakan lulus dan berhasil masuk ke Universitas idamannya, ia tidak merasakan kebahagiaan yang sebenarnya ada dalam dirinya.

Saat ia berangkat untuk mengejar cita-citanya, ia meninggalkan teman, pacar, dan keluarganya. Ia merasa bahwa semua itu tidak kekal dan abadi. Saat Alva memikirkan hal tersebut, Alva bertekad untuk berjuang sekeras-kerasnya mencapai kesuksesan. Namun, sementara itu, ia juga mencari kebahagiaan yang sejati yang seharusnya ada dalam dirinya.

“Selamat, kamu berhasil mendapatkan beasiswa ini”. Alva berhasil mendapatkan beasiswa yang menunjang kuliahnya selama 3 tahun. Saat itu, ia baru menjalani 1 bulan yang sangat berat di Universitas Indonesia. Masa-masa yang sangat berat yang dijalani oleh semua mahasiswa baru, Ospek. Ia menunjukkan dan ingin membuktikan tekadnya untuk mencari kesuksesan, Ia mengikuti berbagai macam seleksi masuk ke organisasi ternama di Universitas Indonesia. Namun, kadang-kadang, masa sibuk itu ia selingi dengan mencari kebahagiaan sejati itu.

Seminggu setelah pengumuman beasiswa itu, Alva memiliki target yang baru untuk dicapai. Yaitu ia harus bisa masuk dalam MUN, suatu organisasi yang dapat membawanya mengikuti sidang PBB. Untuk masuk dalam organisasi itu, ia harus melakukan beberapa tes. Persyaratan pertama ialah ia harus membuat sebuah essay yang bertema memberantas kemiskinan di dunia. Dan yang kedua, ia harus mengikuti sebuah tes wawancara.

Suatu hari, di masa-masa ia sedang terkonstentrasi dalam pembuatan essay, ia mengikuti suatu workshop bertema character building atau pembentukan karakter. Saat itu, ia mendapatkan hikmah yang sangat berharga dalam workshop tersebut. Ia mengerti bagaimana berjalan ke kampus dengan hati, bukan dengan kaki. Ia semakin mengerti bahwa sumber motivasi adalah Tuhan. Sekarang, ia menemukan kebahagiaan sejatinya, yaitu pondasi agama yang kuat. Ia menyadari bahwa sumua kebahagiaan di dunia ini adalah tidak kekal melainkan agama yang kuat berdasarkan motivasi terbesar yaitu Tuhan.

Alva kemudian mengaplikasikan semua hikmah yang didapatkannya dari workshop tersebut dalam kehidupan sehari-harinya. Ia semakin rajin beribadah, sembahyang 5 waktu setiap hari tidak pernah ditinggalkan, dan menjalani hubungan erat dengan orang-orang di sekitarnya. Ia semakin bijaksana dan disenangi oleh banyak orang. Saat Alva memasukkan essay untuk organisasi PBB dan setelah ia diwawancarai, ternyata ia melakukannya dengan sangat baik. Ia berhasil melakukan yang terbaik dan masuk ke dalam organisasi itu. Alva pun berjuang untuk terpilih menjadi mahasiswa yang ditunjuk untuk menghadiri sidang PBB. Dan ia pun terpilih. Semua yang ia lakukan berdasarkan oleh apa yang ia jadikan sebagai motivasi. Akhirnya, ia menemukan kebahagiaan sejatinya sekaligus dengan jalan menuju kesuksesan yang semakin terbuka lebar.

Kembali kepada saat ini, ia berjalan menuju ruangan rektor untuk pelepasan sebelum ia dikirim mengikuti sidang PBB. Ia sangat bersyukur dan akan selalu melakukan yang terbaik. Ia akan terus menerapkan apa yang ia dapatkan di workshop pembentukan karakter tersebut. Bahkan, saat ia berjalan menyusuri jalan setapak menuju ruangan rektor, ia berjalan menggunakan hati. Bukan menggunakan kaki

No comments:

Post a Comment